Jumat, 06 Maret 2020

Sholat: A Way of Getting Away

Aku bukan orang yang sangat religius, jilbabku panjangnya standar, lenganku juga tak bermanset, kira-kira seperti itu jika ingin diukur dari sisi penampilan. Bahkan, kalau kalian bertemu aku, kalian akan melihat dan mungkin berpendapat bahwa aku punya tendensi untuk menjadi sekuler atau liberal, mungkin. Tapi aku selalu percaya apa yang tak tampak dalam wujud nyata itu adalah privasi. Cinta, ilmu, bahkan ibadah itu adalah relasi resiprokal antara aku dan sang objek yang lebih banyak ingin aku nikmati sendiri. Terutama sholat, mari kuberitahu pendapatku. Sholat itu berat? Aku akan jawab ia. Bagaimana tidak, 5 kali sehari kamu harus mengingatnya, dan melakukannya. Dengan syarat yang berat pula. Seorang teman, Kristen keyakinannya,  memuji muslim yang dia anggap sangat komit karena mau beribadah sebanyak 5 kali sehari, setiap hari. Teman itu membandingkan dirinya yang hanya dituntut untuk beribadah seminggu sekali, namun baginya itu berat. Dalam hati aku memuji pemikirannya, belum pernah terpikir olehku selama ini.
Sholat.
Aku ingat ketika kecil ada masa dimana aku sangat excited melakukannya lantaran waktu itu aku baru bisa menghafal semua bacaannya, kelas 3 SD kalau tidak salah. Setelah kurang lebih setahun masa-masa excited itu, sholatku mulai menjadi rutinitas, aku menjalankannya sekenanya, tanpa penghayatan. Kadang juga masih bolong kalau aku lupa karena keasikan bermain. Orang tuaku tidak pernah memaksa kami, anak-anaknya, untuk sholat, mungkin hanya akan disuruh satu dua kali, bila kami tidak melakukannya abah atau mamak hanya akan cemberut dan tidak akan menghiraukan kami untuk beberapa saat. Begitu saja hukumannya. Syukur kesadaran itu memang tumbuh sendiri, ada rasa gelisah bila sholat belum aku lakukan. Beranjak SMP sholat terasa semakin berat. Terutama ketika sedang bermain dengan teman yang tidak sholat. Tapi karena rasa gelisah tadi, biar pun telat dan dengan gerakan yang super cepat, aku akan tetap sholat. Masa-masa itu berlangsung kurang lebih sampai awal SMA.
Waktu berlalu, umur bertambah, yang dikenal semakin ramai, namun lingkaran pertemanan yang benar-benar berkualitas semakin sempit. Inilah saat-saat dimana kesibukan rasanya menghimpit dan membuat sesak. Tuntutan profesional dan personal seakan tak berjeda, ada saja yang harus diselesaikan dan diperhatikan. Semakin dewasa orang akan berharap semakin banyak padamu. Singkat,  me time mu hanya bersisa sedikit. Pada fase inilah hidup dengan sedikit privasi akan sangat aku hargai. Seperti aku telah sebut sebelumnya, ibadah, salah satunya sholat adalah privasi, dan untuk sekarang itu adalah privasi terbaik yang bisa aku dapatkan secara rutin. Shalat, 5 kali sehari, merupakan cara aku “kabur” sejenak dari berisiknya dunia. 10 menit sholat merupakan me time terbaik yang bisa aku dapatkan untuk saat ini.
Ingin tahu bagian apa yang paling aku nikmati? Sujud. Selain itu merupakan posisi berserah dan pasrah, sujud sering sekali meringankan kepala ku yang kerap berat secara psikologis, terutama setelah rapat-rapat genting atau setelah aku menangani kasus sulit seorang siswa. Sujud itu  magis, seakan semua lelahku runtuh dan ada rasa nyaman yang pelan menyusup. Ditambah lagi dalam hati aku bisa berbicara pada Tuhan untuk meminta apapun yang aku inginkan atau sekedar mengeluhkan "Tuhan, aku lelah..". 
Selain sujud, ada ruku’ yang juga aku sukai. Bagiku, rukun sholat ini sangat ampuh dalam merilekskan kembali tulang belakang yang posisi lurusnya mulai tak sempurna setelah dipakai berjam-jam. Dari beberapa video yoga yang pernah ku tonton di youtube, gerakan serupa ruku' ini pasti selalu ada. Memang jika melakukannya seperti ketika aku sholat masa SMP dulu, sangat cepat dan tak beraturan, takkan ada proses peregangan yang terjadi. Tetapi, jika dilakukan sesuai aturan dimana posisi punggung dan kepala lurus sempurna, kamu akan merasakan tubuhmu meringan saat kamu bangun dan ada pada posisi i'tidal.
Entahlah, diumur yang sudah hampir kepala tiga ini, aku merasa sholat itu tak ubahnya kombinasi antara yoga dan meditasi,  menyegarkan dan menenangkan. Belum lagi untaian doa-doa indah dan baiknya yang seolah menjadi sugesti bahwa hidup akan baik-baik saja, Seakan semua berarti, it's ok, Tuhan gets your back. Tentu bagi orang lain pemaknaan terhadap sholat akan berbeda, tapi inilah yang aku rasakan. Sholat is my best way of getting away.